Backsound lagu : Nggak nggak nggak kuat, nggak nggak nggak
kuat, aku nggak kuat kalo nyoba lagi#cover
“Playboy” seven Icons#. Begitulah ungkapan tulus dari lubuk hati saya yang
terdalam apabila saya harus mencoba lagi memakan makanan dan meminum minuman
yang akan saya jelaskan berikut ini. Sebenarnya bagi yang menggemarinya,
makanan dan minuman ini tidak bermasalah. Akan tetapi bagi saya, mengkonsumsinya
benar-benar sesuatu yang saya sangat tidak berharap mengalaminya lagi. #makanan minuman yang cetar membahana dan
terpampang nyata ini telah sukses membuat saya ingin muntah walau hanya dengan
mengingatnya namannya. So sweet#.
Dan sekali lagi, tulisan ini bersifat subyektif atau personal menurut saya. Jadi
seperti sudah saya sebutkan sebelumnya, bagi yang menggemarinya makanan dan
minuman ini enak, tidak berbahaya untuk dikonsumsi serta tidak ada yang salah
dengan ini. Mari kita mulai saja :
1.
Pare nya Siomay
Kejadian ini saya alami
sewaktu saya dan beberapa teman satu kos menghabiskan minggu pagi dengan
jogging dan jalan-jalan ke pasar Minggu. Setelah cukup lama berkeliling, salah seorang
teman mengajak teman–teman yang lain #termasuk
saya# makan siomay. Itu adalah pertama kalinya saya mencoba siomay. Seperti
inilah transkrip percakapan saat itu:
Teman 1 : “Makan siomay yuuk . Laper nih.”
Saya :” Ok” #ekspresi
datar padahal dalam hati kegirangan karena ini pengalaman pertama saya makan
siomay. Uhuy#
Teman 2 :” Aku pesenin ya?. #dia menanyai satu persatu teman saya dan
tibalah giliran saya#.
Win (ini nickname saya), pakek pare
nggak?. Pakek aja ya sama kayak anak-anak.”
Saya : “Pare apaan sih?” #saya dengan muka dong-dong bertanya pada
teman saya#.
Teman 3 :”Wis ta lah dijamin enak nggawe Pare.”
(artinya: Udahlah, dijamin enak pakai Pare). #dengan bahasa jawa teman saya mencoba menyakinkan
saya dibarengi dengan anggukan setuju
dari teman-teman saya yang lain#
Teman 1 :”
Tapi nanti harus dihabiskan ya. Kalau habis nanti aku yang bayar.”
Saya :”Wokey!.”# masih agak bingung juga tapi meng-iyakan karena mendengar bendera “GRATIS” berkibar. Ha3#
Entah mendapat ilham
dari mana atau saya yang salah mendengar, pare yang ada dipikiran saya tidak
sama dengan bentuk nyatanya #saya mengira
pare itu sama dengan paru, yaitu paru-paru ayam yang digoreng#.Setelah
penjual siomay mengantarkan pesanan kami, saya mengamati beberapa saat bentuk
pare sebelum saya melahapnya. WOW… rasanya…. Pahiiiiiit banget. Ekspresi saya
berubah drastis seketika saya mulai mengigitnya dan teman-teman saya tertawa
ngakak melihatnya. Ternyata usut punya usut mereka memang sedari awal berniat
mengerjai saya yang belum mengerti per-siomay an.#sungguh teganya dirimu.. teganya.. teganya… teganya…teganya…teganya… teganya…
teganya oooh pada diriku: Meggy Z (Anggur Merah)#
Well, hal ini tidak
membuat saya enggan memakan siomay akan tetapi semenjak saat itu, ketika saya
membeli siomay dan penjualnya mengatakan:” Pakek
pare, mbak?” langsung dengan sigap saya menjawab:”Oh tidak bisaaa.”
2. Jamu Trap- ini jamu
bukan teh
Dari judulnya saja Anda
pasti sudah bisa menebak pengalaman apa yang akan saya bagi. Benar sekali,
pengalaman salah meminum sesuatu yang saya kira adalah teh.
Cerita ini berawal
ketika Bapak saya mulai rajin meminum jamu yang terbuat dari buah-buahan, daun-daunan
dan biji-bijian tertentu yang diracik sendiri untuk menurunkan kadar gula darahnya.
Beberapa bahan yang digunakan adalah buah pace, daun sirih merah, daun mindi,
biji pala, dll. Kebetulan waktu itu, beliau mulai rutin meminum rebusan air
dari daun Mindi#seperti apakah daun mindi
itu, saya sarankan Anda mencari di search engine karena saya sulit
menjelaskannya. He3#. Setiap sore, Bapak saya merebus daun tersebut dan meminum air
rebusannya yang bening dan berwarna mirip dengan teh. Dan karena karakteristik
warnya yang mirip, kejadian salah meminum ini saya alami.
Saya adalah penggemar
berat teh sedari kecil. Ibu saya yang baik hati dan tidak sombong selalu
membuatkan teh setiap sore. #Love you Mom#
. Pada waktu itu, saya yang baru datang dari rumah adik sepupu saya, mendapati
segelas teh dimeja tempat Ibu biasa meletakkan teh saya. Saya langsung saja
menyeruput minuman tersebut karena kondisinya sudah tidak terlalu panas.
Setelah tegukan pertama saya berhenti karena saya tidak merasakan apa-apa. #”apa mungkin belum dikasi gula ya?” saya
bergumam #. Saya kemudian membaui teh tersebut dan menyadari bahwa minuman
ini tidak berbau wangi teh seperti yang biasanya saya minum. Kemudian bergegaslah
saya ke dapur dan mendapati gelas teh saya yang masih belum di seduh air panas.
Dan ternyata setelah saya menanyakan kepada Bapak saya, yang baru saja saya
minum tersebut adalah jamu milik beliau. Seketika beliau tertawa mendengar
cerita saya.hu3 #untung saja jamunya
terasa tawar, bila pahit pasti menimbulkan trauma psikis berkepanjangan. Ha3.
lebaaay#
Belajar dari pengalaman
tersebut, mulai saat ini saya lebih berhati-hati sebelum meminum teh agar
kejadian “ Jamu trap” ini tidak terulang kembali. JAMU TRAP! … Don’t try this
at home. (Adegan ini dilakukan oleh professional.
Jangan dicoba di rumah ya!)
3. Sop Buntut Sapi – KW mungkin?
Teman saya dengan
inisial EWM adalah seorang kuliner sejati. Dia mempunyai banyak referensi
makanan yang enak dengan harga yang bervariasi dan yang paling penting sesuai
dengan kantong kami anak-anak kos-kos an. Pada suatu malam, kami memutuskan
berkendara melawan angin dingin meniup mencekam di bulan Desember#ha3, jadi nyanyi “Desember kelabu”#. Teman
saya mendapat rekomendasi makanan Sop Buntut Sapi yang lezat di sebuah warung
pinggiran utara kota. Dan meluncurlah kami berdua mencari tempat tersebut
berbekal alamat yang tidak terlalu jelas. Setelah bolak balik menyisir jalan
sesuai petunjuk yang didapat teman saya, kami tidak juga menemukan warung yang
dimaksud. Keadaan kami saat itu seperti lantunan lagu alamat palsunya Ayu
Ting-Ting #Dimana?… kemana? … dimana?#.
Kalau sudah jodoh tak akan kemana, kami menemukan sebuah warung satu-satunya
yang bertuliskan ” SOP BUNTUT SAPI”. Pertama-tama, kami agak ragu apakah ini
warung yang dimaksud temannya teman saya. Akan tetapi karena perut kami sudah
keroncongan, maka masuklah kami ke kedai tersebut yang tidak terlalu ramai
pembeli. Penjualnya menawarkan kami : ”Porsi
penuh atau separo, Mbak?”. Dengan terlebih dahulu saling pandang, kami khirnya
memutuskan memesan: ” Porsi penuh, dua pak.”
Sebelum pesanan kami
datang, kami masing-masing membayangkan sekaligus penasaran akan betapa
lezatnya makanan yang akan kami makan. Ini karena sebelumnya tak satupun dari kami
yang pernah menyantap sop ini.
Dan tidak berapa lama,
pesanan kami diantar dalam sebuah … # WOW
… muka kaget sambil menelan ludah # Dua
Mangkok Jumbo Super Besar. Seperti biasa, saya melakukan observasi sebelum
menyatap hidangan. Hal pertama yang saya amati adalah kuahnya yang tidak bening
#saya membayangkan kuahnya akan berwarna
bening seperti sup-sup kebanyakan, he3#. Dan beberapa potongan kecil buntut
sapi #Terlintas dipikiran saya seekor
sapi hidup menggoyangkan ekornya ke kiri - ke kanan.. dan sekarang saya akan
memakan ekornya#. Hal kedua yang pasti saya lakukan ketika tampilan fisik makanan
“berbeda” adalah membauinya. Entah hidung saya terlalu sensitif sehingga bau yang
saya tangkap membuat saya bergidik. Ternyata teman saya juga merasakan hal yang
serupa. Kami mencoba berpikiran positif dan mulai menikmati makanan yang ada
dihadapan kami. #secara kami kelaparan
dari tadi Bro# Saya dan teman saya sampai tidak bisa berkata-kata , karena
bagi kami rasa buntut sapi dan kombinasi supnya aneh. #Itulah mengapa pada judul saya tambahkan “KW mungkin”. Ha3#. Dengan
beberapa kali menghela napas dan mencoba tidak menghiraukan aroma sup, kami
sedikit demi sedikit menghabiskan makanan tersebut. Pada akhirnya kami sukses melahap
separo buntut sapinya serta menyisakan ¾ mangkok kuah sop.#too bad, kami gagal menghabiskannya
saudara-saudara.:(#.
Setelah membayar, kami
segera bergegas pulang tanpa banyak berkomentar. Speechless dan No comment. #mungkin
takut muntah muntah ketika kami membuka mulut, karena rasanya masih sangat terkenang-kenang dilidah kami#. Sop Buntut Sapi-KW? No Way!
4. Kedawung / Kedaung
Dan diantara kejadian
yang saya alami, pengalaman inilah yang menurut saya paling dahsyat. Camilan
ini membuat saya trauma psikologis, karena hanya dengan mendengar namanya saja
saya langsung merasa ingin muntah. Apakah sebenarnya kedawung ini, kedawung
adalah makanan ringan yang terbuat dari biji pohon kedawung yang digoreng#saya sarankan untuk sekali lagi mencari di
search engine tentang informasi lebih detail pohon kedawung#. Saat itu saya dan teman saya, inisial EWM
lagi, sedang melakukan perjalanan menggunakan armada bus menuju kota apel. Selama
perjalanan, tentu saja banyak pedagang asongan yang naik turun bus yang kami
tumpangi. Dan tibalah seorang bapak pedagang yang dengan keras meneriakkan
barang dagangannya” Kedaung… kedaung..”.
Teman saya memanggil bapak tersebut, menanyakan harga sebungkus kedaung. Dia kemudian
menanyakan kepada saya:” Mau nggak? kalo
mau tak beliin”. Saya mengamati makanan yang masih nampak asing bagi saya
dan berpikir mungkin rasanya seperti kacang mete goreng, he3. Saya kemudian
menjawab:”Ya, boleh deh”. Teman saya mengeluarkan selembar uang 2 ribuan
untuk membeli 2 bungkus kedaung. Dan mulailah saya merasakannya, pahit ketika saya
menggigit camilan ini. Saya tidak kuasa menelannya dan rasa pahit itu masih
terasa bahkan setelah saya mementahkan dengan paksa makanan yang baru saja saya
gigit. Malangnya, kami tidak membawa air minum sehingga saya tidak bisa
menetralkan rasa pahit tersebut. Ditambah lagi tidak kami jumpai pedagang yang
menjual air minum. #ku lari kegunung …
lalu teriakku. ku lari ke pantai.. lalu teriakku. Puisi dalam rangka balada mencari air minum#. Setelah lima menit
berselang, nampaklah pedagang asongan penjual minuman naik ke dalam bus. Saya langsung
saja membeli air minum. Sementara itu, teman saya cekikikan melihat tingkah
heboh saya pada waktu itu. Entah
mengapa, saat ini setiap kali mendengar kata “ kedaung” saya langsung seperti ingin muntah. Mungkin pikiran
saya yang secara tidak sadar mensugestikan hal tersebut. #kedaung=pahit=muntah#. Padahal makanan ini cukup laris dipasaran dan
banyak peminatnya lho. Akhir kata tentang makanan ini: Bitter doesn’t feel
better for me (Pahit tidak terasa baik/enak buat saya).
Setiap makanan atau
minuman yang kita pernah santap pasti beraneka ragam rasanya. Dan begitu juga ada
banyak rasa di kehidupan yang kita jalani, kadang kita merasa bahagia, sedih
atau pun depresi. Roda kehidupan terus berputar, kita tidak akan merasakan
kebahagian sebelum kita merasakan kesedihan dan sebaliknya. Kita tidak bisa
memaknai anugerah kesehatan sebelum kita merasa sakit dan begitu pula
sebaliknya. Let be wise for our Life… for
every single things we feel and face… because Alloh SWT always loves and gives the best to us .
Penutup: Terima kasih
telah berkenan membaca. Kalau saya bisa memilih untuk sekali lagi mencoba
keempat makanan-minuman diatas saya akan berkata: Katakan TIDAK!! pada “Coba Lagi”. (Tulisan ini terinspirasi dari kertas bertuliskan“Anda Belum Beruntung,Coba Lagi” yang terdapat di dalam bungkus makanan
ringan tahun 90 an yang dikenal di daerah saya dengan sebutan “Pao-Pao”).
No comments:
Post a Comment