Welkomen This Is Me - The one and only Wina Anggari

And the stories begin ....

Sunday, January 6, 2013

Dulu: Disaat Tes Kerja

A test is so unbelievable or unpredictable?#Menurut saya lebih tepatnya sangat tidak bisa diprediksi. hehehe#. Inilah salah satu pengalaman tes kerja pada waktu saya masih menyandang status sebagai “lulusan segar”:
Part 1 (Date: 27 April 2010                             Time: 09:00 a. m)
Tes baru dijadwalkan pukul 9 pagi di LPM salah satu Universitas Negeri terkemuka di Kota Apel. Saya dengan semangat 2010 (bahkan 46 the Doctor pun terlewati. Hehehe) berjalan tanpa didampingi kendaraan tempur saya. Menurut salah satu panitia, akan ada tiga seri tes yang harus dijalani. Yang pertama adalah tes tulis kemampuan dasar, yang kedua wawancara dan yang terakhir simulasi. Apalah mau dikata dan dinyana, soal tes tulis kemampuan dasar adalah tes yang berhubungan dengan perhitungan, akuntansi dan pembukuan. Bagai tersambar AC ruangan, tubuh saya melemas dan mata terasa berat seperti tertimpa beton ketika memandang angka-angka cantik ini.#mulai me-lebay karena saya lumayan lola bila berhubungan dengan perhitungan dan angka#. Mata berkunang- kunang, kepala mendadak pusing seperti gejala terkena anemia. #ke-Hiperbola-an saya, mari dihentikan disini saja.wkwkwkw#. Satu jam sudah berlalu tak membuat saya brilian menjawab soal-soal dihadapan saya. Dilain pihak, berada diantara sekumpulan bapak-bapak dan ibu-ibu membuat saya sesekali tersenyum geli. # Setelah clingak-clinguk eksplorasi seluruh ruangan, cuma saya saja yang berusia 20 an #. Polah tingkah para pinisepuh yang tidak segan-segan saling bertukar jawaban ini membuat saya geleng – gelang kepala. Dengan Bahasa Indonesia berlogat daerah masing- masing ditambah aksi-aksi spontan yang sedikit nyeleneh (tidak biasa, karena mereka saling contek dan memanfaatkan teknologi seperti kalkulator dari hape masing2 untuk menghintung, bahkan ada yang memakai- mungkin kalau sekarang disebut smartphone. Hello… ini lagi TES lho.  Hahaha.). Inilah yang membuat saya tetap bertahan menunggu tes wawancara meskipun sudah merasa gagal di tes pertama. Prinsip saya pada saat itu: Hasil buruk di tes pertama belum tentu buruk pada tes kedua.

Part 2 (Date: 27 April 2010               Time: 11:05 a.m )
All ist Well= Semua akan baik-baik saja. Begitulah yang saya gumamkan ketika menunggu antrian wawancara di lantai 2. Menunggu wawancara seperti lamanya menunggu kucuran dana BLT. Ditambah lagi situasi pada saat itu sangat tidak teratur. Tidak ada kartu antrian yang disiapkan panitia, sehingga siapa saja yang berada paling dekat dengan pintu masuk tempat wawancara berlangsung bisa lebih cepat menyelesaikan tes kedua ini. Berbagai cara digunakan seperti menerobos antrian, menggencet badan pengantri lainnya atau cara-cara aneh lainnya. Saya yang juga menjadi salah satu korbannya merasa jengkel dengan kelakuan mereka #saya yang berperawakan kurus kecil dan kebetulan berdiri hampir mendekati pintu diserobot oleh beberapa bapak-bapak gendut#. Untungnya, setelah antri cukup lama dan mencoba bersabar tibalah giliran saya. Setelah saya berbicara sepatah dua patah kata dengan bapak yang menginterview saya, nampaklah raut muka keheranan dari beliau. Mungkin bapak ini berpikir” bagaimana ceritanya, orang yang dari tadi cit cit cuit tentang kebudayaan- yang tidak memiliki history dalam pemberdayaan masyarakat- bisa melamar sebagai pendamping Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin?”. Ini dikarenakan saya terlihat cukup tenang meskipun seringkali tidak terarah dan terorganisir jawabannya#Efek pembawaan Pleghmatis Damai pada diri saya. Xixixi#.Meskipun demikian, bapak ini masih sempat memberikan senyum atau lebih tepatnya seringai ala tokoh2 antagonis yang membuat hati saya menjadi remuk redam. Duileeeeee ……

Part 3 (Date: 27 April 2010               Time: 14:00 p.m )
Tes Simulasi = No comment #dalam arti sebenarnya, memang saya saat itu tidak bisa berkomentar. Hahaha#

Banyak peserta tes yang bertanya-tanya tentang tes simulasi. Beberapa menafsirkan bahwa dalam tes ini kita akan diperintahkan untuk berpura-pura melakukan suatu penyuluhan pada masyarakat dengan pilihan topik tertentu. Akan tetapi, ternyata tes simulasi merupakan tes diskusi kelompok. Delapan hingga sepuluh orang akan mengikuti semacam diskusi dimana setiap dari mereka diharuskan memberikan pendapat menyangkut kasus yang sering terjadi pada proses pendampingan. #Nah lhooo. Saya terdiam seribu bahasa#. Apa mau dikata # seperti sudah saya sebutkan di atas, saya tidak mampu berkata-kata#, bahan diskusi untuk tes ini adalah murni persoalan pendampingan usaha mikro di pedesaan. Saya dengan mulut membeku, menyisir sudut demi sudut ruangan #berharap ada uang jatuh? hahaha, bukan tapi berharap mendapat inspirasi #menengok ke kanan-kiri-atas-bawah dan kemudian meringis menahan sakit # pada waktu itu ada yang tidak sengaja menginjak kaki saya#. Dari berbagai angle tersebut, tetap saya tidak mendapat inspirasi untuk mengemukakan pendapat. Sementara para peserta diskusi panel lainnya semakin memanas memperdebatkan masalah  pengelolaan “2 sapi”. Saya melirik jam yang tergantung di dinding dan mempertanyakan pada kedua jarumnya yang seakan bergerak tidak secepat biasanya ”kapan diskusi ini berakhir?”. Sesekali saya juga melempar pandang ketika pimpinan diskusi bersiap menunjuk saya untuk memberikan pendapat karena saya memang terlihat diam membisu diantara gemuruh suara- suara perdebatan. Dalam tatapan mata saya yang nanar saya berkata dalam hati: Guys, I don’t really understand what you are talking about= saya benar-benar tidak paham pada apa yang kalian bicarakan. Tepat pukul 15:15 p.m, diskusi berakhir  dan dengan girangnya #seperti Tupai Ice Age mendapatkan kenarinya # saya meninggalkan ruangan. Yang terucap dari saya: Thanks, It is over now. 

No comments:

Post a Comment