Bagian Pertama
Teritorial
understanding (T) atau pemahaman wilayah kerja
Hal
pertama yang harus ditekankan sebelum proses pembelajaran dimulai adalah
pemahaman terhadap wilayah atau tertitorial understanding. Hal ini meliputi
pemahaman dan penguasaan materi oleh pengajar yang bersangkutan, keadaan
lingkungan pembelajaran, serta perkembangan psikologis anak-anak didiknya.
Untuk pemahaman dan penguasaan materi, pengajar bisa menerapkan konsep literature study dengan menggunakan
beberapa buku yang relevan dalam proses pembelajaran. Kemudian untuk pemahaman
atas keadaan lingkungan pembelajaran dalam kaitannya dengan perkembangan
psikologis anak didik, pengajar bisa melakukan field study atau studi lapangan. Disini pengajar bertindak sebagai
peneliti yang terjun langsung dalam proses pengidentifikasian karakteristik
masing-masing anak didiknya, bagaimana ketersediaan alat-alat bantu pendidikan
serta kekondusifan lingkungan menunjang keefektifan proses pembelajaran.
Pengajar bisa menggunakan catatan anekdot atau catatan kecil untuk kemudian
mengubahnya menjadi laporan yang lebih sistematis. Dari catatan-catatan ini selanjutnya
digunakan sebagai bahan evaluasi. Meskipun dalam field study orientasi pengajar lebih terfokus pada keadaan realitas
dilapangan, penggunaan buku-buku psikologis atau buku-buku tentang pengajaran
akan sangat membantu dalam mengindikasikan beberapa temuan dilapangan.
Bagian Kedua
Elaborate
learning (E) atau pembelajaran terpadu dan menyeluruh
Langkah
selanjutnya setelah mengetahui dan memetakan keadaaan peserta didik, pengajar
pemula harus menyusun perihal model pembelajaran yang akan dijalankannya.
Sebagai rujukan, pengajar bisa menerapkan konsep C I E P Learning yang terbagi atas: Creative, Innovative, Educative dan Productive Learning. Creative Learning berhubungan dengan
pembaharuan yang dilakukan pengajar dalam pemberian materi kepada anak
didiknya. Pengajar memang tidak dituntut melakukan perubahan secara drastis
terhadap penggunaan cara lama oleh pengajar-pengajar yang lebih senior tetapi
pengajar pemula bisa melakukan pengembangan atau improvisasi terhadap cara
penyajian materi terdahulu. Dalam hal ini, penggunaan peta konsep atau mind mapping serta penerapan Cross
Combo Strategies yaitu penggunaan strategi lama dan strategi baru
secara bersamaan untuk pemahaman yang lebih komprehensif, dapat dijadikan acuan
dalam pendesainan Creative Learning. Innovative Learning mengacu pada
pengefektifan penggunaan media-media yang bisa menunjang pengajar dalam
penyampaian materi. Keleluasaan dalam mengakses informasi dari berbagai media
massa bisa dimanfaatkan pengajar untuk menerapkan Innovative Learning yaitu
suatu pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada buku teks saja tetapi juga
berorientasi pada hal-hal diluar ranah disiplin ilmu yang diajarkan di sekolah
formal (students have to think outside
the box). Sisi positif dari sistem ini adalah baik pengajar maupun anak
didik dituntut untuk jeli dan tanggap terhadap keadaan dan pereubahan
lingkungan sekitarnya. Educative Learning masih berkaitan
dengan kedua konsep sebelumnya, terutama dalam penerapannya. Tingkat kekritisan
serta kepekaan anak didik dalam menanggapi impuls atau rangsangan terutama yang
berhubungan dengan keilmuan tidak bisa serta merta di generalisasikan karena
setiap anak dilahirkan mempunyai kemampuan kognitif serta psikomotorik yang
berbeda antara satu dan lainya. Dan
karena ini juga seringkali tidak muncul dengan sendirinya, keduanya harus
dirangsang dengan metode pembelajaran educative learning yaitu sistem pembelajaran
dalam rangka menajamkan kepekaan dan kekritisan anak terhadap materi-materi
yang mereka terima. Kepekaan dan kekritisan bisa dirangsang lewat pemberian
studi kasus sebelum suatu materi disajikan. Pengajar menerapkan model
komunikasi dua arah dengan dialog yang juga melibatkan anak didik. Anak didik
akan dengan sendirinya merespon dan kemudian mengintegrasikan seluruh informasi
yang didapat dari buku maupun dari luar meskipun tidak semua dari mereka mampu
mewujudkannya dalam bentuk bahasa verbal atau lisan. Sekali lagi kepekaan serta
kekritisan itu tidak serta merta muncul tetapi melalui proses yang
terus-menerus diasah. Productive Learning lebih terpusat
pada model pembelajaran yang merangsang produktivitas anak dengan menggabungkan
antara kemampuan kognitif serta kemampuan afektif yang berhubungan dengan
kepekaan terhadap impuls dalam rangka menghasilkan sesuatu yang lebih konkrit.
Anak didik didorong untuk memahami materi secara keseluruhan dalam suatu
kegiatan yang bisa mengembangkan daya kreativitas serta imajinasi mereka untuk
menghasilkan sesuatu misalnya berupa kegiatan bertema recycle dengan
memanfaatkan benda-benda di sekitar peserta didik.
To be continued ..... (berandai-andai ini artikel bisa striping kayak sinetron-sinetron.hehehe)
No comments:
Post a Comment